Fragmen Gerimis dan Penunggang Kuda



"hujan turun tak deras, tapi rindang tipis-tipis"

Selalu dan selalu. Kalimat yang menjuntai di benakku saat hujan turun membasuh tanya dan curiga. Tanya tentang rahasia yang ingin disampaikan hujan, curiga pada ringkai cuaca ganas yang menghujam bertubi-tubi.
Lamat, kudengar suara langkah kuda yang menghentak di gigil kabut. Di ujung jalan, seseorang dengan jubah berpenutup kepala menghunuskan pedangnya dan ciptakan peperangan.

Pada gelagatmu, aku selalu bertanya-tanya, apa yang telah kulakukan pada semesta hancur hatimu?
Sehingga ada api yang kausemat pada dinding kesedihanku.
Aku tahu, kau tak akan tahu, ada deret rasa sakit yang sedang kutimbun di balik senyuman. Ada pedih kekisah yang kutanam di atas bebunga bahagia.
Dan datangmu membuat segalanya terasa lebih berat.

Tatap mataku dalam-dalam.
Adakah pendar dan inginku untuk menyakiti?
Tangkap kekataku dalam diam.
Adakah isyarat yang menghujamkan sembilu ke arah matamu?
Ke arah bibirmu yang dilumuri merah bulir darah.

Lihat aku, lalu genggam tanganku.
Akan kutarik tubuhmu dari malap cahaya mati bulan.
Dari peperangan yang bersemayam di jagat pikirmu.
Dari curiga yang mendekam dan membunuh bahagiamu.
Dari jumawa yang membuatmu merasa jadi pemenang dalam sebuah kompetisi yang sebetulnya tak pernah kuhadiri.

Lihat aku, rasakan gerimis yang rindang tipis-tipis.
Akan kupahatkan sayap, agar kau bisa segera melesat bebas dengan kudamu. Melejit di awan yang berjinjit. Dan tertawa riang di sekujur atmosfir cahaya.
Pergilah dengan tengang. Beristirahatlah dengan tenang tanpa rasa dendam.

Comments

Popular Posts