Pura-Pura Buta

 Kamu pernah merasakan ini?

Terpisah jarak dengan seorang teman baik, karena penugasan. Dalam keterpisahan jarak itu, temanmu merasa nelangsa, sebab jauh dari keluarganya. Dia kerap mengontakmu, minta didoakan agar segera kembali ke kota yang sama dengan keluarganya. Tiap dia mampir ke kotamu, sambil pulang ke keluarganya, dia kerap mengajakmu berjumpa. Dalam perjumpaan itu, kembali dia bercerita tentang ketidaknyamanan dia sebab jauh dari keluarga.

Kamu merasa kasihan dan iba. Sebagai teman yang baik -yang bukan siapa2- kamu hanya bisa mendoakan agar dia segera dipindahkan kembali agar dekat dengan keluarga. Bahkan, sesekali kamu ikut mengumpat dan merasa marah kepada atasan temanmu itu, jika temanmu dilarang pulang mengunjungi keluarga. Kamu tersus memikirkan temanmu dan keluarganya. Kamu tulus merasakan kesedihan dan kegelisahannya, walaupun hanya bisa memberi doa dan memberi dukungan semangat.

Selang satu dua tahun, temanmu itu mendapat anugerah kepindahan. Dia kembali bersama keluarganya. Kamu ikut merasa senang luar biasa. Di kantor, temanmu sering sekali mengajakmu bertemu dan berbagi cerita. Bahkan, kamu sering memprioritaskan bertemu dia sekadar mendengar ceritanya.

Makin lama, semua baik-baik saja, walau intensitas pertemuanmu dengan temanmu semakin berkurang, tentu karena kesibukan masing-masing. Kamu pun sibuk dengan pekerjaan sehari-harimu.

Sampai ada masanya di satu titik, kamu merasa tidak pernah saling kontak dan bertegur sapa lagi. Bahkan, ketika berpapasan di lorong, kamu tahu temanmu melihatmu dari kejauhan. Kamu menghampirinya, dia melengos ke arah lain.

Atau suatu ketika, kamu sedang duduk di sebuah lobi. Kamu duduk menghadap ke sebuah dinding kaca. Dari pantulannya, kamu tak sengaja melihat temanmu lewat. Semula, kamu ingin berbalik badan dan menyapa dia. Tapi kamu tahan. Kamu ingin bereksperimen kembali. Kamu membiarkan temanmu lewat. Ketika dia persis dibelakangmu, dari pantulan kaca, kamu melihat temanmu melihat ke arahmu. Kamu berlagak sedang membuat sesuatu di laptop. Temanmu melihatmu beberapa detik. Dan secara wajar, dia harusnya tahu itu adalah kamu -sebab bentuk badanmu yang beda sendiri dan mudah dikenal-. Tapi, setelah kamu bergeming, temanmu berbelok dan melewatimu, seolah malas bertegur sapa denganmu. Dia pura-pura buta. 

Apa pendapatmu?

Comments

Popular Posts