Selepas Fajar


 
Selepas fajar, janin hari perlahan dilahirkan di tepi jalan. Malam tak lagi bisa sembunyikan kicau burung. Sejak tadi, ayam-ayam peliharaan orang kota mulai berkokok, jadi tanda bahwa degup hidup masih berlanjut.

Tukang sapu menepikan sampah-sampah remaja yang melompat dari balik pagar sambil menarik resletingnya. Tak lama, berbondong-bondong sepeda motor melintas, tinggalkan penjual-penjual minuman yang puas dengan penghasilan malam ini.

Di tepi jalan lain, perempuan-perempuan berparfum racun lakukan prosesi penghabisan. Sebelum matahari terbit, tubuh harus tuntas dijajakan. Pula dengan lelaki pemakai rok mini. Gelisah meruah saat kokok ayam datang, karena rayuan mereka kali ini hilang keampuhan. Sambil berceloteh manja, mereka berpasrah harga sekalian minta diantar pulang.

Di seberang halte Trans Jakarta Harmoni, kabar baru siap beredar. Lembaran penuh aksara diburu penjaja berita pagi yang segar, walau kini petik detik selalu ada dalam genggaman banyak orang.

Langit beranjak biru. Gegaris awan mulai kelihatan. Trans Jakarta mulai sombong melintas, mengintai jalur-jalurnya yang sedari tadi bebas dilalui siapa saja.

Aku harus pulang. Aku lupa bahwa kali ini tak ada kamu. Tak pernah ada, dan memang tak akan pernah ada lagi.
 
Depan Istana Negara
15 Juni 2013
05.45 AM

Comments

Popular Posts