Suatu Siang di Lapangan Sepak Bola

Siang ini, sambil sarapan (kesiangan) di lapangan Pejompongan, yang lebih sering disebut lapangan merah, saya iseng nonton pertandingan sepakbola anak-anak kecil. Kali ini, jujur, tidak seperti biasanya, saya begitu tertarik untuk mengamati. Lalu, sambil menunggu sepiring nasi goreng dibuatkan oleh si abang penjualnya, saya menyulut rokok sambil cengar-cengir sendiri mengamati bocah-bocah yang sepertinya masih seumuran anak SD itu.
Pertandingan berjalan seru. Tim satu, sebut saja tim A, sepertinya diisi oleh anak-anak yang badannya lebih besar dibanding tim B. Jelas, tim B terlihat lebih kewalahan dan kocar-kacir. Ditambah lagi kipernya yang nggak mau nangkap bola. Bisanya cuma nangkis, lalu buang bola. Lah, apalah itu istilahnya saya nggak begitu paham.
Di pinggir lapangan, begitu banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang teriak-teriak. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang terkesan memprovokasi. "Dorong aja tong! Tendang kakinya!" teriaknya.
Oalah. Ini mungkin ya contoh kecil yang bikin beberapa kali pertandingan sepak bola diwarnai kisruh, bahkan sampai menelan korban. Pak.. Pak.. ckck...
Nah, dari keseluruhan pertandingan itu, ada salah seorang pemain di tim B yang sangat menyita perhatian saya. Badannya paling kecil. Dia ada di posisi belakang a.k.a. back.Melihat bocah itu, saya jadi ingat masa kecil.

 Yups, walaupun saya saat ini nggak begitu tertarik pada dunia persepakbolaan, baik itu kancah nasional maupun internasional, dulu itu saya sempat senang bermain sepak bola kok.
Saya ingat, posisi yang paling saya sukai itu ya posisi back seperti bocah yang tadi saya amati terus itu. Kenapa? Saya lupa alasan mendasar waktu itu. Yang jelas, saya malas wara-wiri dan mikirin cara gimana harus masukin bola ke gawang lawan. Setiap jadi back, satu hal yang saya pikirkan adalah gimana caranya agar bola yang meluncur ke arah gawang sendiri bisa dibuat berbalik arah ke gawang lawan. So simple. Jadi, saya nggak peduli gimana caranya, diarahkan ke mana, yang penting harus menjauh dari gawang sendiri.
Nah, kalau bola sulit didapat karena gocekan pemain lawan, ya saya buat si lawan itu jadi 'kagok' karena keberadaan saya. Bayangkan, seorang anak kecil, yang tubuhnya lebih kecil dibanding anak-anak seusianya yang lain, mondar-mandir sana sini, cuma menghiasi lapangan. Mungkin dari 100 tendangan, saya hanya kebagian 6 kali menendang bola. Haha....
Itulah yang saya lihat dari figur bocah tim B tadi. Sungguh merepresentasikan diri saya waktu kecil dulu. Bahkan, selanjutnya, di bangku SMP dan SMA, bahkan kuliah, saya selalu mengambil posisi itu.
Tapi, saya jadi ingat juga bahwa saya pernah benar-benar menyukai sepak bola. Suwer. Nggak bohong. Itu waktu SMP. Bahkan, saya sempat hapal nama-nama pemain sepakbola internasional dan PERSIB. Saya juga mengoleksi foto, poster, dan tanda tangan mereka. Haha.
Ya, apapun itu, saat ini saya merasa nggak punya waktu lebih buat menyempatkan diri bangun tengah malam untuk nonton sepak bola. Terkadang, saya diajak beberapa teman main sepak bola atau futsal, ya saya ikuti dengan rasa terpaksa, dan rasa untuk menghargai pertemanan. Haha.
Wew, nggak cuma itu sih. Saya juga pernah maksa-maksa diri buat tahu dan mengenal lagi tentang sepak bola saat sedang ramai-ramainya piala Euro 2008. Waktu itu, saya 'mendekati; sepak bola hanya karena alasan 'wanita', dan semuanya terekam di novel Green Jomblo. Hihihi....
Yups yups yups.... tapi saya ikut merasakan semangat orang-orang yang menyambut secara antusias kedatangan piala Euro 2012 kali ini. Semoga kalian semua terhibur, dan semoga ketertiban dan keasyikan menonton sepak bola yang mungkin terjadi di negara luar sana bisa menginspirasi supporter bola nasional sehingga nggak perlu ada kisruh keruh yang bikin martabat bangsa kita ini semakin runtuh.
^^

sumber foto: http://v-images2.antarafoto.com/gor/1276179602/euforia-piala-dunia-02.jpg

Comments

Popular Posts