Puisi Sigit Rais (Desember 2008)

Perempuan Dusta dan Lelaki Buta

menjulurlah lidahnya di bawah purnama
suaranya adalah lolong anjing betina di gelisah estrus
matanya nyalang mencari mangsa
mencari bocah cacat yang perlahan dicabiknya dengan buas

dari sela giginya lahir kata-kata dusta
yang disulap dari setangkup kisah tentang matahari palsu
tentang lelaki yang murung di bawah lipatan muram bumi
yang dimasukkannya ke dalam legenda sebagai dedemit pelahap anak kecil

dipasangnya wajah gelisah di tepi jalan kisah
orang-orang yang singgah berikan iba
nyalanglah mata mereka menatap sang lelaki yang buta
seisi bumi larut dalam sajak-sajak palsu tentang pengultusan harga diri

lelaki buta melangkah sendiri
menghimpun lilin yang dituainya di jalan-jalan sunyi
sehingga bisa terkumpul sebagai terbit fajar

perempuan dusta makin menjadi
tebarkan gara-gara di sepanjang usia hijau rerumput
bersanding iblis tiada beda
dan lelaki buta hanya bisa melahap curiga

lalu
sampailah mereka di bagian akhir cerita
lelaki buta tak kan selamanya buta
lilin-lilin yang dituainya menjelma gemerlap angkasa raya
jadi petunjuk malaikat atas kepalsuan yang meradang
terbukalah busuk hati sang perempuan dusta

diam-diam
tanpa disadarinya, lelaki itu telah menjadi arjuna
pasupati yang dulu dicuri dan dihujamkan ke arahnya
berbalik mencabik kejemawaan sang pendusta

kini,
lelaki yang tak lagi buta itu menanti akhir rengkuhan kelam malam
dalam lembut ombak di halus permukaan samudra hatinya

2008



Para Lelaki Penjelajah Rasa

kami baru saja bermandi terik matahari
tapi penjelajahan belum usai
di belakang kami berderet purba kenangan yang
melekat di legam waktu

riuh kota tak lagi kami cari
semerbak mawar kami biarkan usai bersama geliat angin
tak ada lagi waktu untuk bersimpuh di sungai rasa sakit

maka
berlarilah kami ke arah rimbun bukit-bukit
kami ksatria berkuda yang beriringan ke medan perang
saat sampai di puncak, kami bersulang rayakan kemenangan

di batas petang yang menjingga
luka masa lalu hanya lelucon yang pantas ditertawakan

2008



Estro, Aku Akan Bercumbu dengan Angin

bernyanyiku pada keping jejatuh hujan
angin menggodaku
ia menyentuh kulit sehingga terbitlah hasrat di sekujur rasa

estro, tidakkah kau tanam akar-akar cemburu?
bercokol sebagai parasit
tumbuh ke arah lagit yang dipenuhi rindu dendam

angin buatku menggelinjang
menarikan tarian rekah bebunga di taman
dan melepas kesumat gelisah di bawah tetesan darah

estro, masihkah kau bertahan?
lihatlah, aku akan bercumbu dengan angin
luapkan angan di sepanjang halusinasi tentang musim
membakar diri dalam turbulensi kata hati

estro, akuilah kalau kau sedang menuai cemburu
lalu kembalilah padaku
karena angin tak mampu puaskan dahagaku di gurun cinta

2008



Medusa

kumandangkanlah ke setiap penjuru mata angin
tentang sakitku yang membuatmu jemawa
atau taburkanlah ke hamparan ladang gersang
kisah aku yang kau lumuri dengan bisa ular-ular di kepalamu

berabad aku tertatih
membangun istana indah beratapkan ketulusan
mawar tumbuh di taman
menjalar, sampai ke kolam berisi jernih air

tapi gilamu, medusa
runtuhkan istana sampai berkeping-keping
layukan tetumbuh mawar di batas hidup dan mati

napasmu

tebarkan aroma hasut di telinga setiap peri
ular di kepalamu menjulur-julurkan lidahnya

jangan pikir kau bisa lolos dari kurusetra
hujaman curiga selamanya akan menghunus ke arahmu

2008




Hujan Itu Telah Kau Bawa Pergi

sayup kudengar ocehan malam
tentang hidup yang tergaris pada kerut wajah seorang bunda
lamat suaramu terbit di horison percakapan hangat itu
ingin kupastikan bahwa itu adalah dirimu
yang selalu datang membawa pendar kegembiraan
meskipun tersungkur di bawah geliat hujan

ingin kudatangi gigilmu
memelukmu dengan kehangatan semesta raya
tumbuhkan tunas di kepala batumu
nyalakan lilin di beku hatimu

dan di bibirmu ingin kusimpan kisah yang
terurai dari ranum bibirku sendiri

aku terbangun dari mimpi
suaramu menyata
tetapi, di segala ruangan kosong yang kusiapkan kau tak ada
kau telah pergi
dan
hujan itu telah kau bawa pergi

2008




Hujan di Hamparan Hijau

kau membawaku ke hamparan hijau yang
kumaknai sebagai mula permainan hati
ketika terik mentari bercampur gelisah
diam-diam hujan mengintai di balik awan

aku menengadah
sambil menarikan tarian pemanggil hujan
agar hujan hentikan pengintaian
agar hujan jatuh sebagai penepis ragu dan cemas
agar hujan menjadi kawan bagi gurun yang sepi

dan hujan pun turunlah
mengantarkan kisah tentang ribuan musim yang usai dilalui
kepingan mimpi yang terurai menjadi pendar harapan
semangat muda yang meletup bagai dentum petasan

hujanmu ternyata hanya dongeng pengantar tidur
buaian sebelum aku larut dalam mimpi

hujan turun dengan sejuta makna
dan hujanmu adalah untaian kisah tentang dua bocah yang
saling menemukan dalam rajut persahabatan

2008

Comments

Popular Posts