Kekejaman Kata


Tuhan, ini apa?
Di luar prediksi. Rasanya mengiris.
Kualirkan semua luka pada nada gerimis yang kromatis.
Tetapi, luapan hati tak temui pintu.

Tanah basah. Lantai yang dipenuhi abu.


Karena ternyata aku bukan apa-apa, bukan sesiapa. Bukan matahari yang bisa menghangatkan gigil bumi.
Bertubi upaya untuk menyentuh dasarnya yang lembap.

Setiap doa yang tak usainya merangkak.
Sampai akhirnya aku hilang daya untuk bertengadah. Untuk ciptakan pelangi di mendung langit.
Bahkan, untuk bicara pun tak ada pasokan energi.

Ini seperti diatur dengan ritme yang membabibuta

Lalu, gerimis diusaikan dengan tak romantis. Mimpi terasa akan berakhir dengan tragis.
Sembilan belas tanda yang terserak di atas meja,

juga gelas-gelas nyaris kosong yang meniadakan suara.
Lamat, ada curiga. Ada gelagat kekata pisau di balik seringai serigala.Ada muka yang dipenuhi tanda tanya.

Aku diam, kubangun dunia sendiri seketika.
Kupejamkan mata. Kuhirup oksigen lebih dari biasanya.
Badai usai. Pula rokok yang tinggal sebatang.
Ada warna yang kembali dia ciptakan di pelupuk mata.
Aku tergiring untuk kembali tertawa.
Ya, sudahlah.

Tentu ada lakuku yang salah.
Biarkan rasa sakit melumer dengan sendirinya.
Biarkan kekejaman kata bertemu dengan akhir tragisnya sendiri.



Satu hal, 

lain kali, tak perlu bicara memakai pisau di depan orang lain yang mungkin akan salah mengerti.

sore, 22 Februari 2013

Comments

Popular Posts