29 Maret 2018

Ini hari Kamis.

Dengan semangat menggebu, aku berencana bertemu para dosen pembimbing. Setelah ditolak oleh dosen pembimbing 1 kemarin, aku yakin hari ini pasti bertemu. Astaga, aku sudah seperti Milea yang rindu bertemu Dilan.

.....dan kini kamu ada di mana.... 
dan ini rindu, apa kabarmu....
dan ingin lagi....
dan ingin lagi...
jumpa....

(Ayah Pidi Baiq)

Sialan, pake soundtrack segala.

Berdasarkan statement Bapak Pembimbing kemarin, ya aku memutuskan untuk ikut serta dengan para rombongan penunggu  Beliau, menunggu di lorong depan ruang Dekan. Berharap cemas, semoga beliau segera datang.
Sementara, Dosen Pembimbingku yang nomor 2 sedang mengajar di kelas adik tingkat, ya di kelasnya Lingua (Priam, Dewi, dan Dawi).
Aku galaw. Mau nyusulin ke kelas Dosen Pembimbing 2, atau menanti kedatangan Dosen Pembimbing 1 sajakah?

Mbak WUlan lalu mengajakku mencari Bapak Pembimbing 1 keliling-keliling Fakultas (what the...). Suwer, seumur-umur, baru sekarang mengalami pengalaman yang aheng begini. Nanya ke sekretarisnya, malah enggak tahu. Nanya ke panitia acara rapat fakultas, katanya Bapaknya enggak itu rapat. Nanya ke anak-anak FISIP S1, katanya tidak ada kuliah Bapaknya. Sampai akhirnya Mbak Wulan nanya ke Pak Satpam. DIa minta tolong stalkingin, mobilnya Bapak ada apa tidak. Ternyata, TIDAK ADA.

Tidak apa-apa... Tidak apa-apa... Tidak apa-apa... tererekterk DUNG!

Mbak Wulan memutuskan untuk menunggu Bapaknya di lorong Dekanat seperti biasa. Sementara, aku yang dilatih untuk selalu progresif dan revolusioner oleh BEM KM FPBS UPI belasan tahun lalu, akhirnya memutuskan untuk nyegat Pembimbing 2 di depan kelasnya Priam.
Dan, setelah sampai di depan kelasnya, mereka sudah bubar....Bapak pembimbing 2 sudah pergi. Dan aku tahu Bapaknya setelah ini beliau ada kelas di gedung Pascasarjana. Mau nyusulin, energiku keburu habis... mau ngontak via WA, takut menganggu. Aku ada di era serba sungkan.

Yasudah lah.

AKhirnya aku ke ruangan Prodi di lantai 2. AKu ketemu Mas Jefri. Info dari Mas Jefri, Bapak Pembimbing 1 yang saat ini masih dinanti Kak Wulan katanya sedang ke luar kota. WHaattttt
Makin pupus dan layu. Aku lelah, teman-teman.
Lalu, Priam nongol, balikin kunci kelas. Dia ngajakin makan bareng Dawi Dewi dan teman-teman kelas mereka yang lain.
TITIK CERAH: MAKANAN.
Aku manut mau ikut. Dan karena mobilnya penuh, aku mau nyusul pakai gojek saja. Aku pamit dulu sama Mbak WUlan, yang masih setia nunggu di lorong MASUK ANGIN.
Ternyata benar, Bapak Pembimbing 1 sudah pulang. Bahkan, kakak senior kami yang mau ketemu dia pun, katanya mau ke rumahnya. HMMMM. Liat ntar aja deh.
Aku langsung cao, ke tempat pecel Jalan Juanda sesuai arahan Priam.
Lalu, aku makan, kenyang, dan bahagia kembali.
Setelah beberapa menit duduk di bagasi mobilnya Dewi (karena penuh), kami tiba-tiba sampai di Palur Plaza (apa palur mal ya?).... ngapain? Karoke dong. Ha ha ha.
Setelah Karoke, mood kembali ngedrop. Hadeh kenapa aku ini.

Maka, aku dan Priam mampir ngobrol-ngobrol di kedai spaghetti dekat kuburan. Ha ha ha. Ngobrol sampai senja. Sampai lupa bahwa aku sedang marah pada proses bimbingan tesis yang rrrrrr ini. Selepas magrib, bubar jalan. Pamitan dengan Priam, sebab dia akan mudik.

Pulang ke kosan sebentar. Lho? Iya, sebab, mas Andin ngajak COD die cast di Gudek Ceker Pasar Kembang, sekalian ketemu sama Mbak Ari teman kantor kami. Kebetulan Ari kenal juga dengan Priam dan Dawi, jadi kuajak mereka sekalian. Astaga, sudah pamit bubar jalan, malah ketemu lagi. Ha ha ha.
Selain itu, ada hal kocak lainnya. Jadi, akhir-akhir ini, aku sedang senang pakai jaket jeans hoodie, yang bahkan lupa kucuci. Nah, Priam juga punya jaket semacam itu. Dan dia ogah kalau kita pakai bersamaan. Wkwkwkwkk.
Jadi, malam itu, sebelum berangkat ke Gudeg Ceker Pasar Kembang, Priam bertanya, apakah aku akan pakai jaket jeans atau tidak. Kalau tidak, dia ingin pakai jaket jeansnya. Aku enggak tega. Jangan-jangan selama ini dia ingin pakai jaket jeansnya, tapi dia urung niat sebab aku selalu pakai jaket jeans. Ha ha ha. AKhirnya aku mengalah, kupilih jaket dragon ball (walaupun lagi enggak suka jaket itu), soalnya setelah kupikir-pikir, warnanya merah. Terlalu mencolok.
Sampailah kami di gudeg ceker. Ngobrol-ngobrol dengan teman-temand dari kantor perwakilan semarang yang kebetulan setim dengan Mas Andin dan Mbak Ari.
Dawi dan Priam datangnya telat. Sempat enggak enak. Soale takut teman-temannya Mbak Ari ingin segera pulang. Tapi, syukurlah mereka mau menanti. Bahkan, anak-anak mahasiswa kere ini, ditraktir makan Gudeg Ceker, kecuali Dawi yang baru makan nasi Padang.
Selesai ngobrol-ngobrol, kami bubar jalan. Kali ini benar-benar pamitan dengan Priam. Ha ha ha. Semoga besok enggak ketemu lagi. Tunggu aja.

Wwkwkwkk


Comments

Popular Posts