Hujaman Angin dan Malaikat yang Dinanti

"Dan angin pun terasa seperti hujaman panah Srikandi di sekujur tubuh Bisma... " 
Ini kali keberapa. Entah. Dia lupa lupa berhitung. Dia malas memilah-milah sejarah yang indah dan satiris miris, atau getir tragedi yang dilumuri benci.
Semua berfusi jadi hujaman angin yang menusuk ubun-ubunnya.
Dia terduduk di sebuah meja berbentuk lingkaran. Kursi-kursi hanya dihuni hantu. Di atas meja itu tergeletak gelas-gelas berisi seperempat. Sisa kopi yang telah direguk oleh orang-orang yang jadi pendahulu. Gelas-gelas itu menyimpan sejarah. Di sekeliling bibirnya tersimpan serpih kekata yang jadi penghangat sebuah pertemuan. Pula sidik jari yang melekat pada telinga pegangannya.
Sementara, di lantai berserak puntung rokok yang belum sempat disapu. Juga abu yang separuhnya telah terseret angin. Tentu, di situ juga ada sejarah. Ada rekam percakapan yang jadi pertanda dan melebur bersama firasat.

Dia menutup mata. Aroma teh jahe bergegas pindah ke setiap titik indera penciumannya. Dihirupnya dalam-dalam sehingga asap rokok dari mulutnya sendiri mendobrak masuk ke liang hidungnya dan hadirkan rasa tak nyaman. Ulahnya sendiri.

Beberapa panggilan telepon dibiarkannya berlalu sebagai kenangan. Dia sama sekali tak tertarik untuk bicara dengan siapapun melalui benda pemancar gelombang radio yang selalu jadi sahabat terbaiknya.

Teh jahe nyaris berada di batas seperempat gelas. Dia masih belum beranjak. Ada malaikat yang diekspektasikannya akan lewat melintas di matanya.

Angin berembus hebat. Abu rokok berhamburan dan membawa pergi malaikat yang ingin ditemuinya.
Dia masuk angin karena hujam panah yang terus menerpa tubuhnya.


~tak lama setelah tulisan ini dituntaskan, malaikat itu turun dari langit dan membuat senja jadi cerah

#isengsore
Kantin
27 Mei 2013
5.24 PM

Comments

Popular Posts